Manajemen Kelas, Bagaimana Cara Mengelolanya?

E-Belajar.id – Siapa bilang peran manajer itu hanya berlaku bagi orang-orang kantoran? Sepertinya nggak juga, ya. Buktinya, selama ini, Bapak dan Ibu Guru juga menjadi manajer di kelas. Ya, kan tugas kita bukan hanya mengajar, kita juga melakukan manajemen kelas. Yap, manajemen kelas menjadi salah satu cara untuk mengatur bagaimana kelas berjalan sesuai harapan. Tanpa adanya hal ini, kelancaran pembelajaran di kelas bisa terganggu.

Bayangkan saja nih, Bapak dan Ibu Guru. Sebuah kelas terdiri dari 40 siswa dengan karakteristik yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka tentu ada yang tidak bisa tenang, sering usil, dan sulit kita atur. Setuju? Kalau kondisi itu kita biarkan, siswa yang benar-benar ingin belajar pastinya akan terganggu. Materi pelajaran pun tidak bisa tersampaikan dengan baik karena suasana kelas yang tidak kondusif.

Di sinilah tugas kita sebagai seorang manajer dalam kelas, yaitu merencanakan, mengelola, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran.

Pengertian Manajemen Kelas

Bapak dan Ibu Guru, kondisi kelas yang nyaman dan aman bisa mendukung keberhasilan pembelajaran siswa, lho. Apalagi kalau kita juga menantang pemikiran kritis siswa untuk terus belajar. Ini bisa memberikan kepuasan tersendiri untuk siswa.

Untuk mencapai kondisi tersebut, kita harus mempelajari dan melakukan berbagai pendekatan dalam manajemen kelas.

Buku Manajemen Kelas, Teori dan Aplikasi untuk Menciptakan Kelas yang Kondusif (2014) menyebutkan bahwa manajemen kelas adalah keterampilan yang dimiliki seorang guru sebagai seorang pemimpin. Kita juga berperan sebagai manajer dalam menciptakan kelas yang kondusif agar tujuan pembelajaran tercapai.

Sebagai pemimpin, kita adalah pemegang kendali dan pengambil keputusan selama melaksanakan pembelajaran di kelas. Sementara sebagai seorang manajer, kita bertugas untuk mengelola sarana kelas dan potensi siswa, serta memanfaatkan teknologi agar tercipta pembelajaran yang bermakna.

Dalam manajemen kelas, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Pengelolaan kelas

Pengelolaan kelas adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengaturan kelas di mana pembelajaran berlangsung. Misalnya, pengadaan ventilasi, penataan tempat duduk siswa, penyediaan alat peraga pembelajaran, dan sebagainya.

2. Pengelolaan siswa

Pengelolaan siswa berkaitan dengan kegiatan pemberian stimulus yang bisa membangkitkan atau mempertahankan motivasi belajar mereka. Misalnya, dengan menggunakan permainan agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran.

Dari pengertian di atas, kita bisa tahu ya, kalau manajemen kelas bertujuan untuk menciptakan kondisi kelas yang nyaman agar keberhasilan pembelajaran bisa tercapai.

Namun, ada tujuan lainnya, nih, Bapak dan Ibu Guru. Simak penjelasannya berikut ini.

Tujuan Manajemen Kelas

Pengelolaan kelas yang efektif menghasilkan kegiatan pembelajaran berjalan terarah, sehingga tujuan belajar yang telah kita tentukan bisa tercapai.

Secara lebih khusus, manajemen kelas bertujuan untuk:

  • memudahkan proses belajar bagi siswa sehingga mereka bisa meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
  • memahami kebutuhan siswa sehingga mereka bisa belajar dan bekerja sesuai dengan potensi dan kemampuannya.
  • membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan sifat-sifat setiap individu.
  • membantu siswa agar terbiasa belajar secara tertib.
  • mengatasi masalah-masalah yang menjadi hambatan dalam kegiatan belajar mengajar.
  • menciptakan interaksi sosial yang baik dalam kelas.
  • mengelola berbagai fasilitas belajar di kelas.

Tujuan-tujuan di atas dapat kita capai jika kegiatan manajemen kelas kita laksanakan secara baik. Jadi, manajemen kelas bisa kita bilang berhasil ketika setiap siswa mampu untuk terus belajar dan melakukan pekerjaannya dengan waktu yang tepat.

Sebab itu, untuk mencapai keberhasilan manajemen kelas diperlukan pendekatan-pendekatan yang tepat. Apa saja pendekatan dalam manajemen kelas?

Baca JugaProblem Based Learning, Belajar Melalui Masalah

9 Pendekatan dalam Manajemen Kelas

Kemampuan kita untuk mengelola kelas termasuk dalam salah satu perwujudan kompetensi guru pedagogik. Di sini, keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan memahami, memilih, dan menggunakan berbagai pendekatan dalam manajemen kelas.

Jadi, sebelum memulai mengelola kelas, Bapak dan Ibu Guru harus mengetahui dulu, pendekatan apa saja yang ada, manakah yang sesuai dengan kondisi kelas, serta bagaimana cara penerapannya.

1. Pendekatan kekuasaan

Kekuasaan di sini terwujud dari cara kita untuk mengatur siswa agar taat dan patuh terhadap norma atau peraturan yang berlaku di kelas. Dengan kata lain, kondisi kelas yang kondusif bisa terbentuk melalui upaya penegakan aturan, di mana siswa nantinya memiliki kedisiplinan diri.

2. Pendekatan kebebasan

Jika dalam pendekatan kekuasaan kita memiliki otoritas dalam mengatur siswa, sebaliknya di pendekatan ini kita hanya bertugas untuk membantu dan mengawasi mereka dalam kegiatan belajar.

Jadi, siswa diberi kebebasan untuk bergerak di dalam kelas berdasarkan batasan-batasan tertentu. Misalnya, siswa diperbolehkan melakukan apa saja di kelas selama tidak menyimpang atau melanggar peraturan yang sudah disepakati.

3. Pendekatan resep

Sesuai namanya, pendekatan resep memandang bahwa kelas bisa dikelola secara baik melalui pembuatan dan penerapan aturan kelas, seperti saat memasak yang membutuhkan bahan dan cara tertentu.

4. Pendekatan pengajaran

Pendekatan pengajaran berfokus pada pembentukan kelas yang kondusif melalui kegiatan mengajar itu sendiri. Karena itu, hal penting yang harus dilakukan adalah membuat perencanaan pengajaran dan melaksanakannya secara tepat di kelas.

5. Pendekatan perubahan perilaku

Dalam kelas, ada siswa dengan perilaku positif dan negatif. Karena itu, pendekatan ini berusaha untuk mengubah perilaku siswa yang negatif menjadi positif agar tercipta kondisi kelas yang kondusif.

6. Pendekatan sosio-emosional

Pendekatan sosio-emosional dapat dilakukan dengan cara menciptakan hubungan yang baik antara guru dan siswa. Sehingga, komunikasi dan interaksi yang positif menjadi hal penting dalam manajemen kelas.

7. Pendekatan kerja kelompok

Melalui pendekatan ini, pengelolaan kelas dilakukan dengan cara membagi siswa dalam beberapa kelompok. Selain tercipta komunikasi yang efektif, ikatan persahabatan antar siswa juga akan terbentuk.

8. Pendekatan ancaman

Ketika kondisi kelas benar-benar tidak bisa dikendalikan, pendekatan ancaman bisa kita gunakan secara wajar. Namun, jika Bapak dan Ibu Guru masih bisa mengelola kelas dengan pendekatan yang lain, sebaiknya penggunaan ancaman ini dihindari.

9. Pendekatan pluralistik

Pendekatan ini memungkinkan kita untuk memilih dan memadukan berbagai pendekatan manajemen kelas. Kita bisa menggabungkan kelebihan atau kekuatan dari setiap pendekatan untuk menciptakan kelas yang kondusif.

Setelah mengetahui pendekatan yang bisa digunakan, lantas bagaimana cara Bapak dan Ibu Guru untuk mulai mengelola kelas?

Baca JugaCharacter Building, Membentuk Karakter Siswa

Kegiatan Manajemen Kelas

Kegiatan manajemen berkaitan dengan perencanaan kondisi belajar mengajar yang tepat, pengaturan ruang belajar, dan pengelolaan interaksi pembelajaran. Sebab itu, beberapa program pembelajaran harus dilaksanakan untuk mencapai keberhasilan manajemen kelas tersebut.

Berikut adalah beberapa contoh kegiatan manajemen kelas yang bisa Bapak dan Ibu Guru lakukan.

  • Tidak ragu untuk menyapa siswa terlebih dahulu, sehingga memberikan rasa nyaman dan aman bagi siswa di kelas.
  • Membiasakan diri untuk berjabat tangan dengan siswa.
  • Melakukan komunikasi yang terbuka untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan siswa.
  • Melakukan evaluasi sederhana secara berkala untuk melihat sejauh mana penguasaan materi siswa dari pembelajaran sebelumnya.
  • Menghubungkan materi pelajaran dengan fakta yang ada di kehidupan nyata untuk menciptakan pembelajaran yang menarik dan menantang.
  • Mengajarkan keterampilan hidup dalam kegiatan belajar mengajar. Contohnya dalam tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), kemandirian bisa dilatih dengan praktik mengikat tali sepatu, menyiapkan bekal makan, atau membersihkan diri sendiri.

[gambar]

  • Menerapkan gaya mengajar yang bervariasi agar siswa tidak mudah bosan dan terus tertarik pada pelajaran.
  • Mengubah metode mengajar sesuai kebutuhan siswa dan kondisi kelas untuk mencegah munculnya gangguan belajar.
  • Menekankan siswa pada perilaku-perilaku yang positif.
  • Mengembangkan kedisiplinan dalam diri siswa.

Itulah beberapa contoh kegiatan untuk memulai manajemen kelas yang efektif. Apakah Bapak dan Ibu Guru sudah menerapkannya? Atau punya cara lainnya untuk mengelola kelas?

Tidak hanya untuk siswa, manajemen kelas juga membantu kita dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karena, kondisi pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kondisi kelas yang kondusif, lingkungan belajar, dan perencanaan pengajarannya.

Teori Belajar Behavioristik, Belajar Dari Perubahan Perilaku

E-Belajar.id – Bapak dan Ibu Guru, seberapa sering memberi hadiah atau reward ke siswa? Saat ada tugas atau menjelang ujian, biasanya hadiah akan kita tawarkan sebagai bentuk motivasi/pujian agar siswa berhasil dalam belajar. Sebaliknya, kalau siswa ada yang tidak belajar sungguh-sungguh, sebagian dari kita cenderung untuk menghukum mereka. Nah, hadiah dan hukuman yang kita berikan itu merupakan salah satu bentuk penerapan teori Belajar Behavioristik.

Sadar atau tidak, kita sebagai guru sering menggunakan paham Behaviorisme untuk membantu siswa mengembangkan diri, yang menjadi dasar untuk mengajarkan kedisiplinan belajar.

Kenapa ya, hadiah dan hukuman ini mendukung konsep teori Belajar Behavioristik? Yuk, kenali teori belajar ini lebih dekat!

Apa Itu Teori Belajar Behavioristik?

Menurut teori Belajar Behavioristik, proses belajar terjadi karena adanya hubungan dari rangsangan dan tanggapan.

Dalam buku Teori Belajar dan Konsep Mengajar (2022), menjelaskan bahwa teori Belajar Behavioristik adalah teori belajar yang fokus pada perubahan perilaku siswa akibat adanya pengaruh dari luar dan stimulus. Jadi, siswa kita anggap sudah belajar tentang suatu hal ketika terlihat perbedaan pada perilakunya.

Untuk mengenal lebih dalam tentang teori Belajar Behavioristik, Bapak dan Ibu Guru bisa pahami dulu apa saja ciri yang membedakan teori ini dengan teori belajar lainnya.

Nah, di teori Belajar Behavioristik, hadiah dan hukuman bisa menjadi bentuk penguatan untuk menciptakan suatu perilaku. Ide-ide penguatan positif dan negatif ini kita nilai sebagai alat yang efektif untuk pembelajaran dan mengubah perilaku siswa. Meskipun begitu, yang namanya hukuman itu tidak baik ya Bapak dan Ibu Guru. Lebih baik sebisa mungkin kita menghindari bentuk hukuman dan memilih bentuk penguatan positif sebagai cara untuk membentuk perilaku siswa yang baik.

Penerapannya dalam Pembelajaran

Cara yang paling sederhana untuk membentuk perilaku siswa adalah dengan memberikan umpan balik pada hasil kerja siswa, yang bisa berupa pujian, persetujuan, pemahaman, atau motivasi. Dengan adanya penguatan-penguatan ini, prestasi siswa dalam belajar semakin meningkat.

Teori Belajar Behaviorisme ini kita gunakan untuk menunjukkan kepada siswa bagaimana mereka harus bereaksi dan menanggapi rangsangan tertentu. Penguatan yang kita berikan juga harus kita lakukan secara berulang-ulang dan teratur untuk mengingatkan siswa tentang perilaku apa yang menjadi tujuan pembelajaran.

Tanpa adanya hal ini, siswa akan lebih cepat mengabaikan respon yang sebelumnya mereka berikan karena hasilnya tidak menjadi kebiasaan.

Memberikan motivasi siswa secara terus menerus ke siswa juga merupakan bentuk penerapan teori ini. Seperti sosok Ibu Muslimah dalam film Laskar Pelangi (2008) yang selalu mendukung kesepuluh siswanya agar tidak patah semangat meskipun sekolahnya cukup tertinggal daripada sekolah yang lain.

Saat Lintang, salah satu siswanya, harus bekerja demi menghidupi keluarga, Ibu Muslimah pun terus memberikan penguatan positif berupa motivasi agar Lintang kembali ke sekolah. Dari dukungan yang Ibu Muslimah berikan, muncul respon yang baik dari Lintang di mana akhirnya ia melanjutkan sekolah. Jadi, perlu kita perhatikan ya Bapak dan Ibu Guru kalau pengulangan dan penguatan positif harus berjalan beriringan dalam penerapan teori Belajar Behavioristik, seperti yang telah Ibu Muslimah lakukan ke siswa-siswanya.

Selain contoh di atas, ada beberapa lagi bentuk penerapan teori Belajar Behavioristik yang bisa kita lakukan. Adakah Bapak dan Ibu Guru yang tahu?

Contoh Teori Belajar Behavioristik

Berdasarkan Skinner, seorang tokoh Behaviorisme, dalam Supporting Children’s Learning A Guide for Teaching Assistants (2007), penguatan yang diberikan pada suatu perilaku menyebabkan perilaku itu muncul lagi dan menjadi suatu kebiasaan dalam diri seseorang.

Contoh sederhananya, saat kita memberikan pertanyaan ‘berapa hasil 3+4?’, siswa akan menghitung hasilnya dan berusaha menjawab dengan benar. Jika jawabannya memang tepat, kita akan memberikan pujian ke mereka. Dari kejadian ini, siswa tahu bahwa cara untuk mendapatkan pujian adalah menjawab pertanyaan dengan benar. Kedepannya, saat ia ingin mendapatkan pujian dari kita, ia akan melakukan hal yang sama.

Berdasarkan contoh ini, pertanyaan yang kita berikan adalah bentuk rangsangan yang memprovokasi perilaku siswa untuk memberikan respon berupa jawaban yang benar. Sementara, pujian dalam hal ini merupakan bentuk penguatan terhadap perilaku siswa agar menjawab pertanyaan dengan tepat.

Ternyata, betul ya Bapak dan Ibu Guru. Sebuah pujian kecil bisa menciptakan perilaku yang baik terhadap siswa bahkan memotivasinya untuk terus belajar.

Demikian sedikit pembahasan tentang teori Belajar Behavioristik. Menurut Bapak dan Ibu Guru, apakah teori ini bisa diterapkan dan sesuai dengan kondisi kelas?

Pembelajaran Berdiferensiasi, Efektifkah Penerepannya?

E-Belajar.id – Bapak dan Ibu Guru, bagaimana nih kabarnya? Semoga kegiatan pembelajarannya selalu berjalan lancar ya. Membahas soal pembelajaran, tahukah Bapak dan Ibu Guru tentang pembelajaran berdiferensiasi? Kelas kita pastinya terdiri dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda-beda. Belum lagi perbedaan latar belakang budaya dan keluarga, kepribadian, serta hobi siswa. Hal itu membuat tingkat pemahaman mereka akan materi juga berbeda.

Dalam kelas dengan karakteristik siswa yang unik itu, diferensiasi menjadi elemen yang penting untuk melakukan proses belajar dan mengajar. Karena, pembelajaran berdiferensiasi membantu tercapainya hasil belajar yang maksimal.

Nah, bagaimana ya cara menerapkan pembelajaran berdiferensiasi itu? Kita bahas bersama yuk, Bapak dan Ibu Guru!

Apa Itu Pembelajaran Berdiferensiasi?

Salah satu cara untuk menemukan solusi masalah pembelajaran adalah dengan melakukan pemetaan kebutuhan siswa yang bisa kita lakukan dengan pembelajaran berdiferensiasi.

Dalam buku Road to Guru Penggerak (2021) menjelaskan kalau pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang di buat berdasarkan kebutuhan siswa dan bertujuan untuk membantu siswa sukses dalam belajar.

Pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk memilih apa mereka ingin pelajari, bagaimana cara belajar, dan produk belajar apa yang ingin mereka hasilkan. Tapi, tentu saja ada batasan-batasan yang harus kita perhatikan. Di sinilah tugas guru untuk memberi arahan berdasarkan kurikulum yang berlaku.

4 Prinsip Pembelajaran Berdiferensiasi

Keputusan yang kita ambil dalam pembelajaran ini di dasarkan pada kelima prinsipnya. Bertujuan untuk menjawab kebutuhan belajar siswa yang beragam.

Lingkungan Belajar

Tidak hanya keadaan fisik seperti keadaan cuaca atau susunan meja di kelas, kondisi emosional juga mempengaruhi proses pembelajaran.

Menurut penelitian beberapa ahli dalam buku Assessment and Student Success in a Differentiated Classroom (2013), hubungan emosional antara guru dan siswa bisa memperkuat pertumbuhan akademik siswa. Hubungan ini membuat siswa percaya bahwa kita adalah seseorang yang bisa di andalkan untuk mencapai kesuksesan.

Kurikulum yang Berkualitas

Kurikulum yang baik paling tidak harus mempunyai 3 atribut mendasar, yaitu bertujuan jelas tentang apa yang harus diketahui, dipahami, dan dilakukan siswa; menghasilkan pemahaman siswa tentang pentingnya manfaat dari materi yang dipelajari; serta melibatkan siswa dalam proses belajar.

Jadi, kurikulum yang berkualitas tidak hanya berisi tentang apa yang akan kita ajarkan tapi lebih fokus pada apa yang harus siswa pelajari dan siswa inginkan.

Penilaian yang Menunjukkan Hasil Belajar

Supaya pembelajaran berdiferensiasi berjalan efektif, kita perlu mengetahui sampai mana tingkat pemahaman siswa saat memulai pelajaran, dan sejauh mana pemahaman baru bisa mereka terima. Dengan kata lain, penilaian atau asesmen menjadi petunjuk untuk merencanakan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi.

Instruksi yang Menjawab Kebutuhan Siswa

Jika kurikulum mengacu pada apa yang harus kita ajarkan atau apa yang harus siswa pelajari, instruksi atau pengajaran di sini fokus pada bagaimana kita mengajar atau bagaimana siswa menerima pengetahuan.

Instruksi menjadi inti dari pembelajaran berdiferensiasi karena tujuan akhir dari pembelajaran ini adalah memastikan bahwa setiap siswa mempunyai pengalaman belajar yang terbaik, sebagai cara untuk memaksimalkan pertumbuhan pengetahuan mereka.

Tapi selain prinsip, ada hal lain yang harus kita perhatikan saat melakukan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu komponen-komponennya. Yuk kita lihat, apa saja sih komponen pembelajaran berdiferensiasi.

Komponen Pembelajaran Berdiferensiasi dan Contohnya

Pembelajaran ini terjadi ketika kita sebagai guru merencanakan pelajaran yang sesuai dengan konten yang akan kita bahas, proses atau produk yang kita gunakan sesuai dengan keinginan siswa, serta mereka bisa menerima pembelajaran yang mereka butuhkan untuk berkembang dan berhasil.

Kelima komponen di atas bisa kita bedakan dan kita sesuaikan dengan kondisi setiap siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka yang berbeda-beda, meliputi kesiapan, minat, dan profil atau preferensi siswa dalam belajar.

Contohnya seperti ini Bapak dan Ibu Guru. Untuk menjelaskan fenomena batuan, kita bisa menggunakan video atau gambar untuk mendukung pemahaman siswa yang tidak mempunyai pengalaman dan membutuhkan pengembangakan terkait materi tersebut.

Jika Bapak dan Ibu Guru mengajar Matematika, mintalah siswa untuk mencari benda-benda simetri di rumah mereka dan membawanya ke sekolah. Lalu, tunjuk beberapa siswa untuk memberikan penjelasan tentang benda yang mereka bawa, termasuk alasan mengapa benda tersebut mewakili sebuah simetri.

 

Pembelajaran STEAM, Metode Pembelajaran Modern

E-Belajar.id – Bapak dan Ibu Guru, saat mengajar dalam kelas lebih memilih contoh kegiatan yang mana? Meminta siswa untuk membaca buku pelajaran lalu menuliskan kesimpulannya, atau meminta mereka untuk membuat data tabel mengenai macam-macam film yang mereka suka? Kalau memilih kegiatan yang kedua, tanpa kita sadari Bapak dan Ibu Guru menggunakan pendekatan pembelajaran STEAM (sciencetechnologyengineeringarts, dan mathematics), lho. Hmm, apa ya maksudnya? Supaya ada gambaran yang jelas, yuk langsung saja kita bahas tentang pendekatan yang satu ini.

Mengenal Model Pembelajaran STEAM

Seiring perkembangan teknologi menuntut kita untuk terus mengadaptasinya ke dalam pembelajaran, mulai dari menggunakannya sebagai media sampai menggabungkannya dengan kompetensi yang lain agar tercipta pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan di abad 21 ini. Nah, untuk mempersiapkan generasi penerus yang siap dengan segala perkembangan zaman, muncullah pendekatan pembelajaran STEAM.

Awalnya, hanya ada pendekatan STEM yang National Science Foundation (NSF) Amerika Serikat telah kenalkan di tahun 1990-an. Tapi dalam perkembangannya dan melihat kebutuhan saat ini, pendekatan STEM berkembang menjadi STEAM dengan menambahkan aspek arts atau seni di dalamnya.

Dengan pembelajaran STEAM, kita harapkan siswa bisa meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka tentang kelima kompetensi tersebut dan menggunakannya untuk menyelesaikan permasalahan serta membuat suatu keputusan untuk kemajuan manusia.

Menurut Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kemdikbud, pembelajaran STEAM penting untuk kita terapkan karena punya beberapa keunggulan, yaitu:

  • Membantu mengembangkan inovasi dalam kehidupan.
  • Meningkatkan ketertarikan siswa terkait profesi di bidang STEAM.
  • Menciptakan pembelajaran yang semakin sesuai dengan kehidupan.
  • Membantu siswa membangun konsep diri secara aktif.
  • Meningkatkan literasi siswa tentang STEAM.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana langkah untuk menerapkan pembelajaran STEAM?

Langkah Menerapkannya di Kelas

Untuk menerapkan pembelajaran STEAM, kita bisa mengadopsi serangkaian proses yang digunakan oleh insinyur dalam menciptakan sebuah produk atau teknologi. Proses ini kita kenal juga dengan istilah engineering design process (EDP).

Terus, bagaimana langkah menerapkan EDP dengan pembelajaran berbasis STEAM?

  1. Menemukan Masalah dan Solusi
    Di tahap awal, minta siswa untuk mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan tertentu yang muncul. Pastikan mereka untuk melihat kemungkinan solusi dari masalah tersebut.
    Setelah itu, siswa harus menentukan kriteria dan batasan yang mereka gunakan untuk merancang solusi masalah, contohnya produk yang mereka hasilkan harus bisa menghasilkan energi dan bahannya ada di sekitar rumah.
  1. Membayangkan Produk
    Setelah mengetahui solusi dari masalah yang telah mereka temukan, siswa bisa membayangkan bagaimana produk bisa mereka wujudkan secara nyata. Untuk menciptakannya, mereka bisa saling berdiskusi dan berbagi ide dalam kelompok, contohnya bagaimana bentuk produk tersebut, bagaimana cara produk itu bekerja, dan sebagainya.
  1. Merencanakan Produk
    Kalau sebelumnya siswa hanya membuat gambaran tentang produk, di tahap ini mereka sudah harus menyusun rencana tentang rancangan produk mulai dari sketsa bentuk, ukuran, dan bahan-bahan yang mereka perlukan.
  1. Membuat dan Menguji Produk
    Di tahap akhir, pastikan siswa berhasil membuat produk sesuai dengan rancangan yang ada. Setelah itu, lakukan uji coba produk berdasarkan kriteria dan batasan yang sudah mereka tentukan sebelumnya. Kalau produk belum memenuhi kriteria, diskusikan bersama siswa bagaimana cara untuk memperbaiki dan menyempurnakan produk itu.

Langkah-langkah di atas bisa langsung Bapak dan Ibu Guru terapkan ke dalam contoh kegiatan pembelajaran STEAM. Sebentar, contoh kegiatannya apa saja ya?

Contoh Pembelajaran STEAM

Pembelajaran STEAM bisa kita jalankan di semua tingkatan pendidikan, karena aspek pelaksanaannya seperti kecerdasan, kreativitas, dan kemampuan mendesain tidak bergantung pada usia siswa. Karena itu, sejak pertama mereka kenalkan, pembelajaran ini banyak penerapannya di berbagai sekolah di dunia, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Kalau di Indonesia sudah mulai menerapkannya, bagaimana ya contoh kegiatan pembelajarannya?

Nah, pembelajaran STEAM di kelas bisa kita mulai dengan memicu diskusi tentang suatu topik yang sedang ramai kita bicarakan, misalnya tentang sampah.

Dalam diskusi, kita bisa minta siswa untuk menghitung volume sampah rumah tangga yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu. Untuk penghitungan yang lebih kompleks, kita juga bisa menugaskan siswa untuk mencari volume sampah yang dihasilkan dari suatu kelurahan, kecamatan, atau kota. Selain menghitung volume, arahkan diskusi tentang cara pembuangan dan pengolahan sampah, masalah yang bisa disebabkan oleh sampah rumah tangga, serta mengelompokkan jenis sampah rumah tangga apa saja yang bisa didaur ulang.

Tidak sampai di situ, siswa bisa menyusun proyek rancangan alat atau benda yang dibuat dari hasil daur ulang sampah. Tentunya alat ini harus memiliki nilai seni.

Di tahap terakhir, kita harus memastikan bahwa siswa berhasil menciptakan alat tersebut dan menjelaskan cara kerja serta manfaatnya ke teman-teman yang lain.

Dalam pembelajaran STEAM, Bapak dan Ibu Guru bisa memanfaatkan Learning Management System (LMS) E-Belajar, lho. Beragam fitur yang ada di LMS E-Belajar memudahkan pembelajaran mulai dari membagikan video materi, melihat progres belajar siswa, sampai proses penilaian.

Problem Based Learning, Melalui Masalah Kita Belajar

E-Belajar.id – Halo Bapak dan Ibu Guru, bagaimana kegiatan pembelajarannya? Semoga tetap semangat ya meskipun kondisi cuaca lagi tidak menentu, kadang panas lalu tiba-tiba hujan. Ngomong-ngomong soal hujan, pernahkah Bapak dan Ibu Guru bersama siswa memikirkan bagaimana proses itu terjadi? Dari cuaca panas terik, tiba-tiba muncul awan gelap yang menutupi sinar matahari. Tidak lama, muncul petir dan berakhir dengan hujan. Nah, ketika kita melihat peristiwa itu dan mencoba berpikir serangkaian penyebabnya, kegiatan itu mewakilkan apa yang kita sebut dengan Problem Based Learning (PrBL).

Problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu metode pembelajaran yang pelaksanaannya meliputi deskripsi masalah, motivasi untuk mengetahui lebih lanjut, dan pengaktifan pengetahuan sebelumnya lewat proses pemikiran masalah.

Dengan kata lain, masalah yang ada memunculkan keinginan untuk kita mencari tahu informasi lebih lanjut agar mendapat pengetahuan baru.

Apa Itu Problem Based Learning?

Problem based learning pertama kali di kenalkan pada tahun 1969 di sekolah kedokteran McMaster University, Hamilton, Kanada. Sejak itu, banyak universitas dan sekolah di seluruh dunia yang menggunakan metode pembelajaran ini sampai sekarang.

Dalam Strategi Pembelajaran Problem Based Learning (2020), strategi ini memiliki arti sebagai metode pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk mendapatkan ilmu baru dari analisis berbagai pengetahuan dan pengalaman belajar yang mereka miliki, serta menghubungkannya dengan permasalahan belajar yang guru berikan.

Pembelajaran berbasis masalah berkembang untuk memberikan siswa pengalaman belajar yang mengutamakan kemampuan analisis materi secara mandiri. Dengan adanya permasalahan yang nyata, mereka bisa belajar berpikir kritis, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuannya sendiri.

5 Karakteristik Problem Based Learning

Seperti halnya metode pembelajaran yang lain, pembelajaran berbasis masalah mempunyai ciri-ciri khusus seperti yang tertera di gambar.

Dari kelima karakteristik di atas, fokus utama pembelajaran berbasis masalah bukanlah untuk menghafal materi melainkan pada kegiatan siswa dalam menemukan pengetahuan barunya melalui proses berpikir, berkomunikasi, mengolah data, dan menyimpulkan solusi.

Tapi, problem based learning memiliki karakteristik yang mirip dengan metode project based learning (pembelajaran berbasis proyek) di mana siswa kita arahkan untuk menyelesaikan permasalahan. Terus, apa yang membedakan keduanya?

Perbedaannya Dengan Project Based Learning

Meskipun sebelumnya sudah mengetahui karakteristik problem based learning, kita mungkin masih bingung tentang perbedaannya dengan metode project based learning. Mari kita cek bersama, di mana letak perbedaannya?

Pembelajaran berbasis masalah melihat masalah dunia nyata dan siswa mengeksplorasi solusi melalui pendekatan berbasis inkuiri. Nah, pembelajaran berbasis proyek melakukan hal yang sama tetapi menambahkan unsur keterlibatan langsung siswa untuk mengaplikasikan solusinya.

Sebuah metode pembelajaran akan lebih mudah kita pahami saat kita sudah mengetahui langkah-langkah untuk menerapkannya. Maka dari itu, langsung saja kita bahas, bagaimana cara menerapkan metode ini dalam kelas?

Langkah-langkah Penerapan

Dalam penerapannya, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Langkah-langkah ini biasanya disebut dengan sintaks problem based learning.

Ada 6 langkah yang perlu kita lakukan untuk menerapkan model pembelajaran berbasis masalah, di antaranya:

  1. Menyampaikan tujuan dan mengenalkan masalah.
  2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar, baik dalam kelompok atau individu.
  3. Memfasilitasi kegiatan siswa dalam mengidentifikasi masalah dan menyusun berbagai rencana penyelesaiannya.
  4. Melakukan pendampingan terhadap siswa untuk mengumpulkan informasi dan juga data yang berhubungan dengan rencana.
  5. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyajikan hasil pembelajarannya.
  6. Mengarahkan siswa untuk memeriksa dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang sudah dilakukan.

Sementara itu, Trianto dalam Problem-Based Learning di Masa Pandemi (2021) membagi sintaks model pembelajaran berbasis masalah ke dalam 5 tahap yang secara detail bisa dilihat melalui gambar di bawah ini.

Lewat problem based learning, siswa belajar untuk menganalisis dan memecahkan masalah yang relevan dengan tujuan pembelajaran, memperoleh pengetahuan baru, serta mengembangkan keterampilan mengarahkan diri yang diperlukan untuk pembelajaran seterusnya.

Mengambil kutipan terkenal dari Albert Einstein, “If I had an hour to solve a problem, I’d spend 55 minutes thinking about the problem and 5 minutes thinking about solutions,” belajar dari sebuah masalah mengarahkan siswa untuk mendapatkan petunjuk tentang solusi permasalahan itu sendiri.

Kurikulum Merdeka, Upaya Pemulihan Pembelajaran

E-Belajar.id – Halo Bapak dan Ibu Guru, di artikel ini kita akan membahas informasi seputar pendidikan yang sedang ramai banget orang-orang bicarakan. Betul, Kurikulum Merdeka.

Pada Jumat, 11 Februari 2022, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) telah meresmikan Kurikulum Merdeka yang bersifat fleksibel, berfokus pada materi mendasar dan pengembangan karakter, serta kompetensi siswa.

Saat peluncurannya, Mendikbud Ristek menyampaikan kalau Covid-19 memperparah kondisi pendidikan dengan learning loss dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran. Karena itu, kurikulum ini pemerintah hadirkan sebagai salah satu upaya untuk memulihkan pembelajaran selama pandemi.

Adanya kurikulum ini mungkin memunculkan banyak pertanyaan bagi Bapak dan Ibu Guru, mulai dari cara penerapan, perbedaan, sampai bentuk pembelajarannya. Terlebih, kurikulum ini sebelumnya kita kenal dengan istilah Kurikulum Prototipe yang di nilai pergantiannya terlalu cepat.

Mengenal Kurikulum Merdeka

Dalam Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum Merdeka oleh Kemendikbud (2022) telah mereka jelaskan bahwa Kurikulum Merdeka memiliki kegiatan yang pembelajaran beragam, dengan mengoptimalkan konten agar peserta didik mempunyai cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.

Bapak dan Ibu Guru mendapat keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar yang bisa kita sesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Dalam pelaksanaannya, pemerintah menyediakan beragam perangkat ajar serta pelatihan dan penyediaan sumber belajar guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan.

Perbedaan dengan Kurikulum 2013

Dengan adanya ini, sekolah tetap memiliki kebebasan untuk menentukan kurikulum mana yang akan di terapkan. Sekolah bisa memilih kurikulum dalam upaya pemulihan pembelajaran, yaitu:

  • Satu, Kurikulum 2013 secara penuh
  • Dua, Kurikulum Darurat, kurikulum 2013 yang di sederhanakan
  • Tiga, Kurikulum Merdeka

Untuk lebih jelasnya, Bapak dan Ibu Guru bisa membandingkan perbedaannya dengan Kurikulum 2013 lewat gambar di bawah ini.

Kenapa Kurikulum Merdeka?

Adanya kesenjangan pendidikan antarwilayah dan kelompok sosial di Indonesia menyebabkan munculnya krisis pembelajaran. Di tambah lagi pandemi Covid-19 yang membuat kondisi pembelajaran semakin parah.

Nah, untuk mengatasi krisis itu, kita memerlukan perubahan sistematik yang salah satunya mewujudkannya lewat Kurikulum Merdeka. Struktur kurikulum ini fleksibel di mana jam pelajaran kita targetkan untuk kita penuhi dalam satu tahun dan capaian pembelajarannya fokus pada materi yang esensial sehingga siswa bisa belajar lebih mendalam.

Tidak hanya guru dan sekolah, siswa juga kita beri kebebasan dalam memilih mata pelajaran yang sesuai dengan keinginan dan bakat mereka. Pembelajaran kita arahkan untuk mengembangkan karakter siswa, di antaranya meliputi gotong royong, kemandirian, penalaran kritis, dan kreativitas.

Semua kegiatan dan program pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka mengarah pada Profil Pelajar Pancasila. Apakah Bapak dan Ibu Guru tahu apa yang dimaksud Pelajar Pancasila?

Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka

Sebenarnya, profil Pelajar Pancasila tidak hanya berlaku pada Kurikulum Merdeka saja tapi juga untuk satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum 2013.

Menurut Tunas Pancasila oleh Direktorat Sekolah Dasar Kemdikbud (2021), Pelajar Pancasila adalah perwujudan dari pelajar Indonesia yang sepanjang hayat mempunyai kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Profil Pelajar Pancasila sendiri artinya sebuah profil ideal pelajar Indonesia yang menunjukkan karakter dan kompetensi, serta di harapkan menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam dirinya.

Dalam kurikulum baru ini, kegiatan pembelajaran kita arahkan pada penguatan profil Pelajar Pancasila. Siswa akan belajar melalui tema-tema tertentu yang menjadi prioritas pembelajaran setiap fasenya. Pendekatan pembelajarannya berbentuk projek di mana sasaran utamanya adalah mencapai dimensi profil Pelajar Pancasila.

Apakah sekolah Bapak dan Ibu Guru sudah siap untuk menggunakan kurikulum ini dalam proses pembelajaran?

Namun perlu kita ingat bahwa dalam upaya pemulihan pembelajaran tahun 2022 sampai 2024, Kurikulum Merdeka menjadi salah satu pilihan bagi semua satuan pendidikan. Jika memang sekolah Bapak dan Ibu Guru belum siap untuk menerapkannya, Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat masih bisa kita gunakan.

Discovery Learning, Model Pembelajaran Mandiri

E-Belajar.id – Halo Bapak dan Ibu Guru, pernahkah menemukan sendiri strategi pembelajaran yang sesuai kondisi kelas? Pastinya, strategi itu akan selalu kita ingat karena melalui proses pencarian yang aktif selama mengajar. Ngomong-ngomong soal penemuan, ternyata ada satu model pembelajaran yang fokusnya untuk menemukan fakta dan menghubungkannya dengan materi pelajaran yaitu discovery learning (pembelajaran penemuan).

Saat siswa memanfaatkan pengetahuan yang ada dan pengetahuan baru untuk menemukan ide-ide tentang suatu topik, artinya mereka menjalankan prinsip pembelajaran penemuan. Kalau siswa menemukan sendiri pengetahuannya, bagaimana peran guru dalam pembelajaran? Yuk, berkenalan dengan model ini.

Apa Itu Discovery Learning?

Bruner dalam Sariani et al. (2021) menyatakan kalau discovery learning adalah proses pencarian pengetahuan yang siswa lakukan untuk menemukan suatu pemecahan masalah atau fakta. Dengan kata lain, siswa berusaha sendiri untuk mencari pengetahuannya demi menghasilkan pembelajaran yang bermakna.

Dalam model pembelajaran ini, guru tidak mengajarkan materi dengan cara hafalan tetapi memfasilitasi proses pembelajaran. Artinya, kita merancang pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan hubungan antara potongan-potongan informasi.

Mengenal Bruner, Sosok di Balik Discovery Learning

Kalau Bapak dan Ibu Guru perhatikan, pembelajaran penemuan erat kaitannya dengan tokoh yang bernama Jerome S. Bruner.

Sebagai ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar kognitif, Bruner berpendapat bahwa model pembelajaran adalah tempat bagi siswa membangun ide atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang ada. Bruner mengatakan kalau belajar adalah cara untuk mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif. Di bandingkan di beritahu oleh guru, siswa akan lebih mengingat pengetahuannya saat menemukan dan mengidentifikasinya sendiri.

Nah, untuk menerapkan pembelajaran penemuan, ada karakteristik yang harus kita perhatikan, nih. Apa saja ya?

Karakteristik

Ada beberapa ciri khusus yang membedakan model pembelajaran ini dengan model pembelajaran lainnya, yaitu:

  • Pembelajaran kita lakukan melalui proses eksplorasi dan pemecahan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan.
  • Kegiatan pembelajaran berfokus pada siswa.
  • Proses belajar menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

Terlihat jelas ya, bahwa pembelajaran penemuan fokusnya pada proses penemuan dan pengidentifikasian yang siswa lakukan sendiri.

Langkah-langkah Discovery Learning

Setelah paham karakteristiknya, ada enam langkah yang bisa kita lakukan untuk menerapkan model pembelajaran ini menurut Veerman dalam Susana (2019), dengan penjelasan sebagai berikut:

  1. Orientasi
    Pertama, Minta siswa untuk mengidentifikasi permasalahan yang relevan dengan materi pelajaran. Langkah ini melatih kemampuan interpretasi, analisis, dan evaluasi siswa pada aspek kemampuan berpikir kritis.
  1. Hipotesis Umum
    Siswa merumuskan hipotesis terkait permasalahan yang mereka temukan pada tahap orientasi. Mereka menyusun masalah dan mencari tujuan dari proses pembelajaran yang kemudian mereka ujikan pada tahap percobaan.
  1. Pengujian Hipotesis
    Selanjutnya, siswa harus merancang dan melaksanakan eksperimen untuk membuktikan hipotesis yang telah mereka rumuskan, mengumpulkan data dan mengkomunikasikan hasil dari eksperimen. Langkah ini melatih kemampuan siswa dalam regulasi diri, evaluasi, analisis, interpretasi, dan menjelaskan suatu permasalahan.
  1. Penarikan Kesimpulan
    Dari pengujian hipotesis, siswa merumuskan fakta-fakta dan mengidentifikasi kesesuaiannya dengan hipotesis umum yang sebelumnya sudah mereka susun. Di tahap ini, siswa membenarkan atau mengganti hipotesis awal dengan hipotesis yang baru.
  1. Regulasi
    Langkah terakhir dalam pembelajaran penemuan berkaitan dengan proses perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Guru mengkonfirmasi kesimpulan dan mengklarifikasi hasil penemuan yang tidak sesuai dengan proses pembelajaran.

Hal terpenting yang perlu Bapak dan Ibu Guru perhatikan dalam penerapan model pembelajaran ini adalah memberikan kesempatan yang besar bagi siswa untuk menemukan dan menggali pengetahuannya sendiri.

Contoh Discovery Learning

Ada banyak cara untuk menerapkan model pembelajaran penemuan, salah satunya dalam pembelajaran Matematika untuk konsep bilangan prima.

Minta siswa untuk meletakkan kacang di baris dan kolom. Dalam prosesnya, siswa akan menemukan angka-angka tertentu di mana kacang tidak bisa di tata dalam baris dan kolom lengkap karena ada satu yang terlalu banyak atau sedikit. Dengan begitu, mereka akan menemukan sendiri konsep bilangan prima.

Contoh dari model pembelajaran ini lainnya adalah saat siswa kita minta untuk menemukan sendiri bagaimana lilin bekerja. Mereka akan melakukan pengamatan sederhana, kemudian membuat ide dan hipotesis yang akan mereka uji. Di sini, guru berperan untuk mendukung pembelajaran, lalu menjelaskan pembakaran dalam Kimia berdasarkan hasil penemuan siswa.

Kegiatan-kegiatan di atas mendorong keterlibatan siswa secara aktif, memotivasi mereka dalam belajar, mengembangkan kreativitas dalam pemecahan masalah, dan memberikan pengalaman belajar yang baru.

Meskipun di nilai sebagai model pembelajaran aktif yang efektif, discovery learning tentunya mempunyai beberapa kekurangan. Simak kelebihan dan kekurangannya di bawah ini.

Kelebihan dan Kekurangan

Discovery learning bisa kita terapkan dalam proses pembelajaran karena memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:

  • Mendorong keaktifan siswa dalam pembelajaran untuk menemukan hasil akhir.
  • Pengetahuan yang mereka temukan sendiri melalui proses kognitif akan masuk ke memori jangka panjang sehingga akan bertahan lama dalam ingatan mereka.
  • Pengetahuan yang siswa pelajari akan lebih mudah mereka gunakan kembali.
  • Meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran dan berpikir sistematis.

Di balik kelebihannya, discovery learning punya beberapa kekurangan yang harus kita hindari, yaitu:

  • Tidak semua mata pelajaran dan materi dapat kita ajarkan menggunakan pembelajaran penemuan.
  • Model pembelajaran kurang mengembangkan aspek konsep, keterampilan, dan emosi secara keseluruhan karena lebih berfokus pada menciptakan pemahaman siswa.
  • Tidak semua siswa bisa kita ajak kerjasama untuk melakukan proses berpikir dalam pembelajaran yang kita harapkan.

Demikian penjelasan tentang di scovery learning yang memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan barunya. Apakah Bapak dan Ibu Guru tertarik untuk menerapkan model pembelajaran ini di kelas?

Hybrid Learning, Solusi untuk Pembelajaran?

E-Belajar.id – Bicara soal teknik pengajaran efektif, hybrid learning (pembelajaran hibrida) rasanya sudah menjadi metode keseharian kita ya? Tentunya, penerapan metode ini harus lengkap dengan persiapan dan perencanaan yang matang supaya prosesnya berjalan maksimal.

Sebenarnya, apa sih yang dimaksud hybrid learning? Berikut ulasan lengkapnya.

Apa Itu Hybrid Learning?

Menurut Snart, J. A. dalam Hybrid Learning: The Perils and Promise of Blending Online and Face-to-face Instruction in Higher Education (2010), hybrid learning adalah metode yang mengombinasikan pembelajaran daring dan tatap muka menjadi satu kesatuan pengalaman. Jadi, pengajaran berlangsung dengan membagi siswa untuk belajar di sekolah dan online di rumah.

Contoh kelas yang menerapkan Hybrid Learning

Dalam pelaksanaannya, metode ini memanfaatkan berbagai alat seperti sistem manajemen pembelajaran dan video konferensi yang mengintegrasikan aktivitas tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh secara bersamaan. Contohnya, melakukan video streaming di kelas tatap muka agar siswa jarak jauh juga bisa mengikuti pelajaran secara langsung.

Hybrid learning di nilai efektif untuk meningkatkan prestasi, keterlibatan siswa, dan pandangan positif mereka tentang pembelajaran. Selain itu, metode ini juga efisien untuk pembelajaran di masa pandemi, mengingat adanya batasan jumlah siswa yang boleh datang ke sekolah.

Empat Aspek dalam Hybrid Learning

Untuk mencapai target pembelajaran, pembelajaran hybrid harus menggabungkan beberapa metode, teknologi, dan teori pembelajaran. Menurut Driscoll dalam J.J Shang et al (2008), ada empat aspek utama dalam hybrid learning, yaitu:

  1. Menggabungkan teknologi berbasis web seperti ruang kelas virtual, instruksi mandiri, kegiatan kolaboratif, video streaming, audio, dan teks untuk mencapai tujuan pembelajaran.
  2. Menggunakan berbagai pendekatan pedagogi, misalnya teori konstruktivisme, behaviorisme, dan kognitivisme untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal.
  3. Memanfaatkan segala bentuk teknologi instruksional seperti video atau aplikasi dengan kegiatan tatap muka yang guru lakukan.
  4. Menggabungkan teknologi dengan tugas untuk menciptakan efek belajar yang harmonis.

Kalau kita lihat sekilas, hybrid learning dan blended learning telihat sama. Tapi, kedua metode ini berbeda, lho. Apa ya bedanya?

Perbedaan Hybrid dan Blended Learning

Di metode ini, siswa yang mengikuti kelas tatap muka dan kelas daring adalah individu yang berbeda. Pembelajaran langsung dan jarak jauh dilakukan secara bersamaan dan bertemu melalui teknologi seperti konferensi video.

Sementara untuk blended learning, individu yang sama belajar secara langsung maupun daring. Guru menggabungkan kelas tatap muka dengan pembelajaran online. Misalnya, penyampaian materi berlangsung di kelas, kemudian pengerjaan tugas dan pembahasannya berlaku secara daring.

Kelebihan dan Kekurangan 

Selama pandemi, sebagian besar sekolah beradaptasi secara cepat dengan hybrid learning. Bukan tanpa alasan, metode ini memberikan banyak manfaat bagi kita, siswa, dan juga orang tua.

Kelebihan dari hybrid learning antara lain:

  • Meningkatkan fleksibilitas yang tidak hanya kita lihat dari bagaimana waktu yang kita gunakan tapi juga bagaimana materi yang kita isampaikan, keterlibatan siswa dengan materi, dan interaksi antarsiswa atau dengan guru.
  • Memberikan pembelajaran alternatif yang bermakna bagi siswa untuk berpartisipasi secara aktif.
  • Penggunaan fitur konferensi video seperti kuis, polling, dan permainan interaktif meningkatkan minat belajar siswa.
  • Karena proses pembelajaran berlangsung bersamaan, semua kegiatan mengarah pada hasil belajar yang setara.
  • Mendukung pengembangan keterampilan digital guru, siswa, dan orang tua.

Terlepas dari kelebihannya, metode ini juga punya beberapa kekurangan yang perlu kita pertimbangkan, yaitu:

  • Pengembangan profesional guru yang efektif dalam membangun keterampilan digital, efektivitas pedagogi, dan kemampuan identifikasi pembelajaran yang sesuai.
  • Perkembangan teknologi yang belum merata di seluruh Indonesia membuat beberapa daerah masih kesulitan untuk mengakses internet.
  • Pengetahuan akan teknologi masih rendah, terutama di daerah yang sarana dan prasarananya masih susah.

Contoh Penerapannya

Setelah tahu kelebihan dan kekurangannya, apakah hybrid learning bisa diterapkan di kelasmu? Nah kalau semakin tertarik sama metode ini, sekarang kita lihat gimana sih cara penerapannya.

Bagian tersulit dari menerapkan pembelajaran hybrid adalah menemukan bagaimana caranya mengintegrasikan dua pengalaman yang berbeda, tatap muka dan pembelajaran daring, sehingga keduanya bisa berjalan maksimal. Kita harus fokus pada desain pembelajaran dengan memeriksa lagi tujuannya dan menentukan cara untuk mencapainya. Setelah itu, tentukan bagaimana penilaian dilakukan untuk melihat keberhasilan belajar siswa. Misalnya, penilaian sumatif berbentuk proyek atau penilaian yang lebih kecil berupa PR atau diskusi.

Kalau sudah memiliki landasan pelaksanaan hybrid learning (tujuan dan penilaian), kita bisa mulai menyusun konsep materi pembelajaran yang nantinya harus dipelajari. Nah, barulah buat rencana kegiatan berdasarkan kondisi siswa. Saat penyampaian materi, kita bisa memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertanya. Menjawab pertanyaan dari siswa yang mengacungkan tangan di kelas dan siswa yang menuliskannya di kolom komentar konferensi video juga merupakan contoh kegiatan hybrid learning lho.

Pastinya, aktivitas siswa yang belajar di kelas akan sedikit berbeda dengan mereka yang ada di rumah. Misalnya, setelah menyampaikan materi dengan ceramah, mintalah siswa yang ada di kelas untuk bekerja kelompok, sementara mereka yang ada di rumah mengerjakan tugas individu.

Setelah selesai, lakukan pembahasan tugas bersama-sama. Nah, supaya lebih bervariatif, kita bisa minta siswa secara bergantian menjelaskan hasil tugasnya di depan kelas. Ini berlaku juga untuk siswa yang belajar dari rumah ya. Tugas mereka bisa disampaikan melalui video konferensi. Itulah penjelasan mengenai hybrid learning yang bisa diterapkan selama PTM. Menurut kamu, apakah metode ini memang efektif untuk mencapai target pembelajaran?

Dalam melaksanakan hybrid learning, kamu juga bisa memanfaatkan LMS (Learning Management System) E-Belajar.id. Lewat berbagai fitur seperti kelas virtual, latihan soal, dan penilaian, kegiatan belajar mengajar jadi lebih mudah dan menyenangkan.

Character Building, Bagaimana Membentuk Karakter Siswa

E-Belajar.id – Bapak dan Ibu Guru, kita pasti senang melihat siswa yang berperilaku baik, sering membantu sesama, dan bisa jadi teladan untuk teman-temannya. Karena itu, selain meningkatkan kemampuan akademiknya, kita juga harus bantu membangun karakter mereka atau kita sebut dengan character building.

Karakter siswa dipengaruhi oleh orang terdekat atau lingkungan mereka. Contohnya keluarga yang jadi tempat belajar dan pembentukan karakter pertama anak. Tidak hanya itu, lingkungan sekolah juga punya peran yang penting di mana moral yang baik bisa terbentuk. Setiap warga sekolah memiliki tugas tersendiri dalam character building siswa.

Apa Itu Character Building?

Mataheru dalam bukunya Success Through Character Building (2018). menyebutkan kalau character building adalah sebuah upaya untuk membangun karakter yang berupa sifat, moral, dan budi pekerti siswa menjadi baik.

Karakter yang baik meliputi motivasi dari dalam diri untuk melakukan hal yang benar.Yang bersumber dari hati, dan tidak dipandang dari sisi umur, ras, jabatan, atau ekonomi karena sebenarnya semua orang bisa memilikinya.

Dalam pendidikan, character building berfungsi untuk menunjukkan jati diri siswa sebenarnya. Kemudian menentukan cara mereka mengambil keputusan, serta menentukan sikap, perkataan, dan tindakan siswa dalam kehidupannya. Jadi, character building sangat penting untuk membangun generasi yang tidak hanya cerdas tapi juga bermoral, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti yang baik. Terus, apa langkah yang bisa diambil untuk membangun karakter siswa?

Bagaimana Guru Membangun Karakter Siswanya?

Setiap interaksi yang terjadi di dalam kelas berpotensi mempengaruhi nilai dan karakter siswa. Pendekatan yang bisa dilakukan guru dalam character building antara lain:

  1. Berperan sebagai pengasuh, model, dan mentor yang memperlakukan siswanya dengan kasih sayang dan hormat, memberi teladan, mendukung perilaku siswa yang seimbang, serta memperbaiki tindakan yang salah.
  2. Menciptakan komunitas moral di kelas dengan membantu siswa untuk mengenal satu sama lain, menghormati dan peduli satu sama lain, serta merasa dihargai sebagai anggota kelompok.
  3. Melatih siswa untuk disiplin moral, mengembangkan penalaran moral, pengendalian diri, dan rasa hormat dalam kelompok.
  4. Membangun lingkungan kelas demokratis yang melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama untuk membuat kelas menjadi tempat yang baik untuk belajar.
  5. Mengajarkan nilai melalui kurikulum menggunakan mata pelajaran akademik sebagai sarana untuk mengkaji masalah etika.
  6. Menggunakan pembelajaran kooperatif untuk mengajari anak-anak keterampilan bekerja sama.
  7. Mengembangkan rasa tanggungjawab dan perhatian siswa terhadap nilai belajar dan bekerja.
  8. Mendorong kegiatan berefleksi diri melalui membaca, menulis, diskusi, latihan pengambilan keputusan, dan debat.
  9. Mengajarkan cara penyelesaian masalah agar siswa memiliki kapasitas dan komitmen untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang adil dan tanpa kekerasan.

Apakah Bapak dan Ibu Guru sudah melakukan pendekatan di atas?

Kalau masih mengalami kesulitan untuk memahami penjelasan sebelumnya, mari kita bahas langsung contoh kegiatan untuk character building di kelas.

Contoh Character Building

Salah satu cara dalam character building adalah melalui pembelajaran kooperatif. Lickona dalam Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility (2009) merekomendasikan guru untuk membentuk kelompok belajar kooperatif dengan mengumpulkan anak-anak yang kesulitan bersosialisasi dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif mengajarkan nilai-nilai dan ilmu akademik dalam satu waktu. Mereka yang bekerja secara kooperatif akan belajar menghargai nilai orang lain, mengembangkan kasih sayang, dan penerimaan.

Untuk lebih lengkapnya, manfaat dari pembelajaran kooperatif dalam character building bisa Bapak dan Ibu Guru lihat di gambar.

Secara sederhana, kita bisa mulai meminta siswa bekerja sama dalam kelompok yang terdiri dari tiga atau empat orang. Contohnya berkelompok untuk memecahkan masalah Matematika, meneliti pertanyaan IPS, dan berlatih membaca satu sama lain.

Untuk memaksimalkan pembelajaran kooperatif bagi character building dan prestasi akademik siswa, kita perlu memanfaatkan berbagai format kooperatif, salah satunya teman belajar yang merupakan cara paling sederhana untuk memulai pembelajaran kooperatif. Teman belajar akan saling bekerja sama dalam dua kali sehari untuk mengerjakan tugas. Tugasnya mungkin bisa melakukan lembar kerja masalah Matematika di mana awalnya mereka mengerjakan secara individu, lalu mendiskusikan jawabannya bersama.

Jika tugas melibatkan latihan memori seperti belajar kosakata atau tabel perkalian, teman belajar bisa saling membantu dengan flashcard. Supaya pembagian teman belajar merata, kita bisa mengganti pasangan teman belajar secara berkala. Sehingga, siswa bisa merasakan menjadi pasangan teman belajar setiap temannya di kelas.

Kegiatan teman belajar seperti di atas menjadi cara yang efektif untuk mendorong interaksi siswa yang positif, memungkinkan siswa untuk saling membantu dalam belajar, dan meningkatkan kepedulian mereka untuk sesama. Nah, selain character building, penting juga untuk menciptakan proses belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa.

Project Based Learning, Metode Pembelajaran Inovatif

E-Belajar.id – Apa yang terlintas di pikiran Bapak dan Ibu Guru ketika mendengar istilah Project Based Learning (PBL)? Metode yang juga kita kenal dengan istilah Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP) adalah suatu metode pembelajaran di mana guru menggunakan proyek sebagai media belajar melalui tahapan-tahapan tertentu.

Project based learning menjadi topik yang menarik beberapa tahun terakhir karena menekankan pada efektivitas pembelajaran. Metode ini memungkinkan Bapak dan Ibu guru untuk mengembangkan proses pembelajaran yang inovatif dan bisa menjadi salah satu alternatif dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Lewat project based learning, siswa Bapak dan Ibu Guru bisa menemukan solusi dari permasalahan yang mereka temui secara langsung di kehidupan sehari-hari.

Adakah Bapak dan Ibu Guru yang sudah menerapkan project based learning dalam kelas? Bagaimana ya langkah-langkah untuk menerapkannya? Nah, simak penjelasannya di bawah ini untuk mengetahui lebih dalam tentang project based learning yuk Bapak dan Ibu Guru!

Pengertian Project Based Learning

Project based learning adalah model pembelajaran yang berdasarkan pada proyek, di mana siswa menghadapi masalah yang ada di dunia nyata yang mereka anggap bermakna, kemudian bertindak secara kolaboratif untuk menciptakan solusi dari masalah tersebut.

Pembelajaran berbasis proyek membuat pembelajaran menjadi sesuatu yang lebih “hidup” bagi siswa. Siswa Bapak dan Ibu Guru akan mengerjakan proyek dalam waktu tertentu, di mana mereka terlibat langsung dalam proses pemecahan masalah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan kompleks.

Siswa dapat menunjukkan pengetahuan dan kemampuan mereka melalui presentasi atau produk yang mereka hasilkan untuk publik secara nyata. Selain itu, project based learning juga dapat mengembangkan pengetahuan konstan yang mendalam serta keterampilan berpikir yang kritis, kolaborasi, kreativitas, dan komunikasi.

Karakteristik Project Based Learning

Penerapan project based learning tidak hanya menekankan pada pemahaman siswa terhadap materi yang kita sampaikan tapi juga dapat melakukan perencanaan, perancangan, pemecahan masalah, dan pelaporan. Berikut ini adalah karakteristik dari project based learning, antara lain:

  1. Pelaksanaannya bermula dari masalah atau keinginan pribadi atau yang mereka miliki secara kolektif. Dari permasalahan yang mereka temukan, lalu mereka membuat sebuah perencanaan proyek untuk menemukan solusi dari masalah tersebut.
  2. Melibatkan riset sesuai dengan topik agar dapat menentukan masalah dan penyelesaian yang tepat. Dalam tahap ini, siswa Bapak dan Ibu Guru melakukan penelitian sesuai dengan proses yang sudah kita rancang untuk mendapatkan informasi, melakukan evaluasi, dan melihat kembali apakah riset yang kita lakukan sudah sesuai dengan rencana sebelumnya.
  3. Di adakan untuk mencari solusi yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu masalah. Pemecahan masalah yang kita dapat menjadi hasil pembelajaran yang dapat kita pertanggungjawabkan.
  4. Menggunakan kerangka kerja yang berisi masalah yang kita rasakan, tantangan seperti apa yang kita temukan, lalu kesempatan, dan bagaimana cara untuk menyelesaikannya.
  5. Ada jadwal yang memayungi proyek sehingga proses pembelajaran tetap terorganisir meskipun berfokus pada siswa.
  6. Hasilnya terukur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
  7. Di lakukan evaluasi setelah proyek selesai agar kedepannya hasilnya bisa kita gunakan kembali atau kita perbaiki.

Keutamaan dan Kekurangan

Project based learning membantu siswa untuk belajar dan aktif secara mandiri. Meskipun begitu, Bapak dan Ibu Guru tetap melakukan pemantauan secara berkala terhadap progres belajar dan proyek yang siswa lakukan. Kekurangannya, bisa saja siswa menjadi tidak produktif karena Bapak dan Ibu Guru tidak selalu ada mendampingi siswa. Bimbingan yang kita lakukan secara berkala membuat siswa memiliki kesempatan untuk tidak melaksanakan tugas atau proyek yang telah kita berikan, dan hanya akan mengerjakan ketika guru melakukan pemantauan.

Dalam penerapannya, siswa lebih sering kita bagi ke dalam kelompok untuk melakukan sebuah proyek. Hasilnya, kegiatan ini bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan siswa lain. Namun jika proyek kita lakukan secara daring, siswa akan merasa jenuh berinternet karena ada batasan-batasan tertentu yang tidak bisa mereka lakukan.

Selain itu, pembelajaran berbasis proyek memungkinkan siswa untuk berkonsultasi secara langsung dengan guru ketika ingin mengkonfirmasi apakah proyek yang mereka lakukan telah sesuai dengan perencanaan. Tapi, prosesnya bisa saja justru menimbulkan kebingungan antara guru dan siswa. Guru tidak bisa memantau secara langsung sampai mana proses belajar siswa, sementara siswa tidak bisa yakin apakah hal yang mereka pelajarinya benar atau tidak.

Hal yang paling utama dari project based learning adalah siswa mengetahui dan memahami konteks yang ada di dunia nyata karena permasalahannya pun berawal dari lingkungan sekitar. Mereka dapat mencari solusi dari permasalahan yang ada. Sayangnya, kendali guru dalam pembelajaran berbasis proyek sangat kecil karena siswa memang kita fokuskan untuk belajar mandiri.

Bagaimana Langkah Menerapkan Project Based Learning?

Seperti halnya metode pembelajaran lainnya, project based learning membutuhkan persiapan dan perencanaan. Metode ini kita mulai dengan sebuah ide dan pertanyaan yang kita gunakan untuk merancang proyek. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa Bapak dan Ibu Guru ikuti untuk menerapkan pembelajaran berbasis proyek.

  • Pertama

Mulailah dengan sebuah pertanyaan mendasar. Pertanyaan harus dibuat dengan fokus melibatkan siswa Bapak dan Ibu Guru dan mengacu pada topik dalam kehidupan nyata yang berusaha untuk diselesaikan. Contohnya, apa saja yang terjadi di kelas atau di komunitas sekitar, lalu pilih pertanyaan tentang masalah yang berdampak dan memiliki makna dalam kehidupan siswa.

  • Kedua

Rancang sebuah proyek. Dari hasil pertanyaan yang diajukan dan masalah yang ditemui, buatlah sebuah rancangan proyek. Proyek tersebut harus bisa mendukung pertanyaan dan masalah yang ada, serta harus sesuai dengan kurikulum atau capaian pembelajaran yang diinginkan. Contohnya dalam materi elektromagnetik, Bapak dan Ibu Guru bisa rancang proyek pembuatan bel listrik sederhana. Tentukan kompetensi dasar, topik, dan indikator yang ingin dicapai dari penugasan proyek ini.

  • Ketiga

Buatlah jadwal atau timeline proyek. Tentukan periode perancangan, pengumpulan data, sampai proses pemecahan masalah yang akan dilakukan siswa. Dalam praktiknya, pasti akan terjadi perubahan atau penyesuaian jadwal. Tapi, Bapak dan Ibu Guru tidak perlu khawatir dan bersikaplah fleksibel terhadap perubahan tersebut. Bantu dan dampingi siswa dalam menyelesaikan proyek yang ditugaskan, serta berilah pengingat jika batas waktu yang diberikan sudah semakin dekat.

  • Keempat

Pantau progres proyek yang dilakukan siswa. Langkah ini menjadi sangat penting karena project based learning adalah metode pembelajaran yang berfokus pada siswa belajar mandiri. Tapi, Bapak dan Ibu Guru juga berperan untuk melihat sejauh mana kemajuan proyek yang dilakukan siswa. Hal ini untuk memastikan bahwa tugas yang diberikan telah sesuai dan siswa bisa mendapatkan capaian belajar yang diharapkan.

  • Kelima

Buatlah penilaian dari hasil proyek yang dilakukan siswa. Penilaian di sini meliputi umpan balik, keberhasilan siswa dalam memenuhi standar pembelajaran, serta melihat sejauh mana proyek tersebut berdampak pada pemahaman dan kemajuan siswa dalam belajar.

  • Terakhir

Lakukan evaluasi dari pengalaman proyek. Di akhir pembelajaran, Bapak dan Ibu Guru bersama siswa melakukan evaluasi yang bertujuan untuk melihat hasil proyek. Sejauh mana proyek dapat mencapai tujuan pembelajaran dan apakah metode pembelajaran berbasis proyek ini bisa diterapkan di pembelajaran selanjutnya.

Nah, itulah pembahasan tentang project based learning yang memperkenalkan siswa dengan cara belajar dan permasalahan yang ada di kehidupan nyata. Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi Bapak dan Ibu Guru untuk memahami lebih dalam tentang metode pembelajaran berbasis proyek.