E-Belajar.id – Membahas tentang mentalitas, rasanya ada yang kurang nih kalau kita nggak memahami apa itu mental terlebih dahulu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mental adalah batin dan watak ataupun hal-hal yang bersangkutan dengan hal-hal tersebut. Berbeda dengan fisik atau badan yang bisa kita lihat dan sentuh, mental merupakan sesuatu yang abstrak di dalam diri kita. Nggak bisa di lihat tapi bisa kita pahami.
Menurut pengumuman dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan, Ciloto (2020), secara etimologis, kata mental berasal dari bahasa Latin ‘mens’, yang artinya jiwa, nyawa, roh, dan semangat. Arti yang sama juga dimiliki oleh kata ‘psikis.’ Jadi, kita bisa menggunakan kata mental atau psikis kalau kita mau merujuk ke suatu keadaan jiwa seseorang.
Ilustrasi mental
Kita pasti pernah dengar istilah ‘gangguan jiwa’. Nah, dari istilah itu kita juga bisa tau kalau keadaan mental seseorang itu bisa terganggu, tidak selalu stabil. Mengutip laporan Mayo Clinic (2019), gangguan mental biasanya bertanda dengan perubahan kondisi mood, cara berpikir dan juga perilaku seseorang.
Apa itu Mentalitas dan Kaitannya dengan Pola Pikir
Menurut sejarah penggunaan kata mentalitas, kata ini mulai mereka gunakan dalam Bahasa Inggris ‘mentality’ semenjak abad ke-17, yang mereka ambil dari kata ‘mental’. Kemudian pada abad ke-18 beradopsi juga ke Bahasa Prancis, walaupun penggunaan sebagai bahasa umum baru di mulai pada abad ke-19.
Kata ‘mentalitas’ menjadi semakin terkenal dan penggunaannya pun menyebar ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Dalam KBBI, mentalitas sendiri berdefinisi sebagai keadaan dan aktivitas jiwa (batin), cara berpikir, dan berperasaan. Kalau menurut Psychology Dictionary, mentalitas adalah kualitas kemampuan akademik atau kognitif seseorang.
Dari kedua definisi di atas ada dua poin yang mengarah pada hal yang sama, yaitu cara berpikir dan kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif sendiri merupakan kemampuan seseorang berpikir atau memproses informasi yang ia dapatkan. Jadi, kita bisa katakan kalau salah satu hal yang kita anggap sebagai mentalitas adalah cara dan kualitas berpikir seseorang, atau sering juga kita sebut pola pikir.
Nah, di situlah, mentalitas berkaitan dengan pola pikir yang mana cara berpikir itu sendiri. M. Yunus S.B dalam bukunya yang berjudul Mindset Revolution (2014) menjelaskan kalau maksud dari pola pikir adalah “cara otak dan akal menerima, memproses, menganalisis, mempresepsi, dan membuat kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra kita.
Yunus juga mengatakan, “Setiap pikiran menjadi penyebab, dan setiap kondisi yang terjadi merupakan suatu akibat.” Artinya, pikiran seseorang sangat berpengaruh terhadap kondisi atau hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Itu kenapa, memiliki pola pikir atau mentalitas yang baik penting sekali dalam belajar. Karena, pola pikir yang kita miliki sangat mempengaruhi hasil belajar kita.
Permasalahan Mentalitas yang Mengganggu Belajar dan Solusinya
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pola pikir seseorang adalah konsep diri atau self-concept yang dimilikinya. Apa itu konsep diri?
Dalam buku yang berjudul Human Development (Diane & Sally, 1978), definisi konsep diri adalah pemahaman dan pengendalian seseorang terhadap dirinya sendiri. Nah masing-masing orang, termasuk kita memiliki konsep diri yang berbeda satu sama lain.
Ilustrasi cara pandang diri atau konsep diri
Pada dasarnya konsep diri ini bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Dari segi fisik maupun mental. Contohnya, dari segi fisik kita memandang diri kita sebagai seseorang yang cantik, tinggi dan berambut pendek. Dari segi metal, kita memandang diri kita sebagai seseorang yang penuh semangat dan cerdas. Seperti yang tadi sudah saya sebutkan, bahwa pola pikir itu menentukan kondisi yang kita alami. Jadi memiliki konsep diri yang baik juga penting supaya pola pikir kita tidak cenderung negatif.
Tapi, terkadang seseorang mengalami yang namanya false belief. Di mana seseorang mempercayai sesuatu dengan sangat yakin tanpa menyadari bahwa hal itu salah. Nah keyakinan itu mempengaruhi konsep diri. Misalnya, kalau kita percaya public speaking hanya bisa berlaku bagi mereka yang berbakat, ya ketika kita merasa lemah di bidang itu kita bisa berpikir bahwa kita emang nggak bakat dan nggak bisa public speaking.
Akibat false belief seseorang bisa memandang dirinya dengan negatif. Contohnya seperti pikiran-pikiran pesimis yang saya sebutkan di awal tadi. Yang bisa bikin hal yang sebenarnya bisa kita lakukan malah jadi nggak bisa. Kenapa? Karena, seperti yang Yunus (2014) jelaskan, keyakinan pikiran itu terbentuk dari sebuah pikiran yang terus diulang-ulang. Kalau kita mikir “saya tidak bisa matematika” terus menerus, ya lama kelamaan itu akan menjadi keyakinan yang bisa jadi nyata.
Terus gimana dong cara melawan pikiran pesimis itu? Salah satu caranya adalah dengan menjadi lebih optimis? Kalau memang merasa nggak bisa terus gimana? Masak harus optimis?
Nah, kita bedakan dulu nih, gimana sih pola pikir orang pesimis dan optimis?
Mental Pesimis dan Optimis
Martin E. P. Seligman, dalam bukunya yang berjudul Authentic Happiness (2005), menyampaikan bahwa orang yang pesimis cenderung percaya kalau apa yang mereka alami itu permanen. Dan cara memandang permasalah cenderung secara general.
Kalau orang optimis, mereka memandang permasalahan mereka sebagai hal yang temporer atau sementara saja. Cara mereka memandang permasalahan lebih spesifik.
Nah, kalau kita ingin memiliki mentalitas atau pola pikir yang baik dalam belajar. Kita bisa nih mencoba merubah cara berpikir kita yang pesimis dan negatif dengan cara lebih spesifik dalam menyebutkan kesulitan atau permasalahan yang kita hadapi. Dengan begitu, kita juga nggak akan menghambat diri kita dalam menguasai materi-materi sekolah hanya karena pola pikir yang salah.